REKONSTRUKSI TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM SENGKETA MEDIS AKIBAT PELIMPAHAN WEWENANG TINDAKAN KEDOKTERAN KEPADA PERAWAT: PASCA UU KESEHATAN NO 17/ 2023
DOI:
https://doi.org/10.54973/jham.v6i2.789Kata Kunci:
Delegasi Wewenang, Mandat Medis, Sengketa Medis, UU No. 17 Tahun 2023, Pembuktian ElektronikAbstrak
Dinamika pelayanan kesehatan menuntut kolaborasi dokter-perawat yang sering kali melibatkan pelimpahan wewenang. Perubahan regulasi melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 membawa implikasi serius terhadap batasan tanggung jawab hukum (legal liability), terutama di area abu-abu antara mandat dan delegasi. Penelitian ini menganalisis pergeseran paradigma tanggung jawab hukum dalam pelimpahan wewenang medis dan validitas pembuktian instruksi medis elektronik dalam sengketa medis. Metode yang dipergunakan dalam penelitian adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Dimana mempergunakan sumber data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Temuan penelitian sesuai PP Nomor 28 Tahun 2024, mempertegas bahwa pelimpahan wewenang secara delegasi memindahkan tanggung jawab sepenuhnya berada kepada perawat penerima, sedangkan pada konteks mandat maka posisi tanggung jawab tetap melekat pada dokter. Tetapi instruksi medis via aplikasi pesan (WhatsApp) tanpa integrasi Rekam Medis Elektronik (RME) berisiko tinggi dianggap tidak sah secara hukum kesehatan, menempatkan perawat pada posisi rentan malpraktik. Khususnya pada daerah DTPK, perlindungan hukum bersifat kondisional berdasarkan urgensi dan ketiadaan tenaga medis. Karena itu, diperlukan formalisasi standar operasional prosedur (SOP) yang rigid terkait validasi instruksi digital dalam RME untuk menjamin kepastian hukum bagi tenaga kesehatan.
Unduhan
Referensi
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis.
Hadjon, P. M. (2021). Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nasser, M., et al. (2024). "Delegation of Doctors' Authority to Nurses in Hospitals: Legal Analysis". Indonesian Journal of Global Health Research, 6(6).
Razak, K. (2025). "Analisis Yuridis Terhadap Rekam Medis Elektronik Sebagai Alat Bukti Sengketa Medis". Citizen: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia, 5(3).
Siregar, R. A. (2024). "Penerapan Permenkes Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Rekam Medis Terhadap Efektivitas Pelayanan Kesehatan". Jurnal Ilmu Hukum.
Gantan, F. J., & Putra, M. F. M. (2021). "Kekuatan Pembuktian Pesan Singkat Whatsapp Dalam Perkara Perdata". Jurnal Ilmiah, Universitas Indonesia.
Pantow, J. C., et al. (2025). "Analisis Yuridis Terhadap Pelanggaran Pada Penanganan Profesi Medis". Lex Administratum, 13(3).
Adji, Oemar Seno. (2018). Profesi Dokter, Etika Profesional dan Hukum. Jakarta: Erlangga.
Ali, Achmad. (2019). Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan. Jakarta: Kencana.
Chazawi, Adami. (2019). Malpraktik Kedokteran: Tinjauan Norma Pidana dan Perdata. Malang: Bayumedia.
Fuady, Munir. (2020). Sumpah Dokter dan Sumpah Perawat dalam Perspektif Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Guwandi, J. (2018). Hukum Medik (Medical Law). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hadjon, Philipus M. (2021). Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hiariej, Eddy O.S. (2019). Prinsip-Prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Hanafiah, M. Jusuf & Amri Amir. (2019). Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC.
HR, Ridwan. (2020). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Isfandyarie, Anny. (2018). Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Komalawati, Veronica. (2018). Peranan Informed Consent dalam Transaksi Terapeutik. Bandung: Citra Aditya Bakti.








